Kamis, 20 September 2012

JALAN MENUJU CINTA ALLAH

“Innal mahbuba mahbubi mahbubun wa muhibbal mahbubi mahbubun”
                                             (Imam Al Ghozali)

Perkumpulan yang sering kita hadiri terkait dengan kegiatan-kegiatan agama, seperti haul ataupun peringatan-peringatan para auliya’ atau para hamba Allah SWT yang dicintai oleh-Nya, adalah sebagai tanda atas kecintaan kita kepada mereka, orang-orang yang dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana perkataan imam Al-Ghozali “Innal mahbuba mahbubi mahbubun wa muhibbal mahbubi mahbubun”. Yang pertama Innal mahbuba mahbubi mahbubun, sesungguhnya orang yang dicintai oleh orang yang dicintai Allah SWT mereka pun akan dicintai oleh Allah SWT pula. Jika kita dicintai oleh para ‘alim ulama’, dicintai oleh kaum sholihin dan para auliya’, itu berarti pertanda bahwa kita juga akan dicintai oleh Allah SWT. Sebagian sufi atau sebagian auliya’ berkata “min azabati mahabbatillahi lil abdi“, dan daripada tanda seseorang yang dicintai oleh Allah SWT, ia lebih dicintainya oleh orang-orang yang dicintai oleh Allah SWT.
Maka kecintaan kita atau pun bila kita dicintai oleh mereka, itu tandanya kita juga dicintai oleh Allah SWT. Semoga kita termasuk orang-orang yang dicintai oleh para ‘alim ulama’, auliya’, dan juga para sholihin. Amin. Yang kedua adalah wa muhibbal mahbubi mahbubun, dan orang-orang yang cinta kepada orang yang dicintai oleh Allah SWT, itu pula pertanda Allah SWT cinta kepada mereka. Dzunnu Al-Matri, beliau berkata “min alamatis sa’adah hubbus sholihin waddunu minhum”, tandanya jika kita akan mendapatkan husnul khotimah adalah kita cinta dengan kaum sholihin. Insyaallah, semoga peringatan-peringatan yang sering kita hadiri dalam majlis-majlis ilmu adalah sebagai bukti kecintaan kita kepada mereka, hingga kitapun kelak mendapatkan husnul khotimah.

Majlis terkait peringatan para kekasih Allah SWT adalah majlis yang pasti diturunkan rahmat oleh Allah SWT, sebab dengan kita berkumpul, maka kita mengenang. Dengan kita mengenang, kita mendapatkan jaminan turun rahmat dari Allah SWT, karena terdapat qoul yang mengatakan ‘inda dzikri sholihin tanzilu rohmah (dengan mengingat/mengenang kepada para sholihin maka akan turun rahmat). Ketika kita kenang sejarah mereka, orang-orang sholeh maka turun rahmat dari Allah SWT. Habib Abu Bakar bin Smith mengatakan, “itu hanya mengenang, sudah mendapatkan rahmat, fakaifa bi mujalasatihim? Lalu bagaimana jika kita duduk bersama-sama dengan mereka?” Hanya dengan mengenang kaum sholihin saja akan turun rahmat dari Allah SWT, maka apabila kita duduk bersama dengan para kaum sholihin, nyantri sampai ngaji kepada kaum sholihin, niscaya rahmat, magfiroh akan Allah SWT berikan bagi mereka. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan rahmat tersebut.

Kenapa kita mesti mengenang sejarah meraka, orang-orang sholeh? Kenapa kita mesti mengenang manaqib para auliya’? Sebab kata Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, kalau kita tidak mampu untuk duduk bersama mereka, kalau kita tidak mampu mendapati mereka, maka dengan mengenang mereka, membaca kitab atau pun mengkaji manaqib mereka, maka akan datang ketenangan, akan datang keamanan bagi orang yang mempunyai kegundahan hati. Orang-orang yang dekat dengan Allah SWT dikenang saja maka akan terkena pula nur (cahaya) Allah SWT. Sayyidina AI-Idrus beliau berkata, “wa dzikrul Idrusil kutub ajla ‘anil qoibi shodaa lis shodiqiina,” bahkan apabila kita menyebut, mengenang Al-Habib ‘Abdullah bin Abu Bakar Al-Idrus, sultonul malak (sultonnya para raja), maka hati kita yang kotor, hati kita yang gundah akan dibersihkan oleh Allah SWT. Karena itulah ada manaqib Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani.

Kaum sholihin adalah mereka orang-orang yang menjadi cita-cita kehidupan kita. Yang harus kita bahas sekarang adalah bukan kita hanya sekedar mengenang mereka, turun rahmat sudah pasti dengan mencintai mereka. Tapi buktikan cinta kita kepada mereka dengan jalan yang penuh berkah. Jangan kita hadir di majlis peringatan para kaum sholihin hanya ingin mendapatkan berkah dan rahmat saja, tapi tidak tahu setelah itu akan mendapatkan apa lagi. Yang harus kita miliki adalah kunci kesuksesan mereka itu apa. Itulah tujuan utama kita mengenang kaum sholihin. Sebagai contoh Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani – Sultonul Auliya’, kenapa bisa Syeikh Abdul QodirAl-Jailani menjadi sultonul auliya’. Kenapa bisa Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani berkata “Ana fil auliya’ kill Muhammad’fil ajibiya’” (Aku dijajaran parawali seperti Nabi Muhammad dijajaran para nabi). Apa yang membuat beliau mempunyai kedudukan tersebut? Apakah sebenamya kunci beliau, para wali yang mendapatkan kedudukan yang tinggi tersebut? Itulah kunci yang mesti kita selidiki, dan harus kita pahami serta kita miliki. Semoga kita bisa menjalani kehidupan sebagaimana yang beliau jalani dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kata imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, tujuan kehidupanmu adalah aku menjalani kehidupan sebagaimana mereka telah menjalani kehidupannya. Mereka para auliya’ dan sholihin mendapatkan kedudukan yang tinggi melalui tiga hal, inilah yang menjadi kunci kesuksesan para auliya’. Kunci tersebut adalah :

1. Ahlul ina’arifi atau ahlul ‘ilmi (berilmu).

Dalam hal ini jika kita ingin mendapatkan kedudukan sebagaimana mereka (para wali) maka tak lain adalah dengan menuntut ilmu, belajar kepada para habib, kyai, dan juga ulama’. Karena tidak sedikit pada zaman sekarang orang-orang yang ingin mendapatkan kedudukan sebagaimana para auliya’ dengan melakukan pertapaan (bertapa), atau hanya bermodal ziarah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Namun mereka tidak mau menuntut ilmu. Tidak ada riwayat Allah SWT mengangkat para wali-Nya dari golongan orang-orang yang bodoh. Halal haram saja tidak mengerti bagaimana bisa menjadi wali? Jika tidak tahu cara sholat yang benar, tidak tahu ketauhidan Allah SWT dan tidak tahu akidah yang benar, mana mungkin mereka menjadi pada auliya’ atau orang yang dikasihi Allah SWT? Maka dari itu syarat yang pertama adalah ilmu. Marilah kita lihat Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, karangan-karangan kitab beliau menunjukkan luasnya ilmu beliau dalam tauhid, luasnya ilmu beliau dalam fiqih, hadist, dan juga tafsir yang akhimya membuahkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Coba kita lihat manaqibnya kaum sholihin pasti awal (pembuka) dalam kehidupannya adalah menuntut ilmu. Maka dari itu jika kita ingin memperoleh kedudukan seperti para auliya’illah maka syaratnya harus menuntut ilmu (agama), ngaji, hadir dalam pengajian, dekat dengan para auliya’ dan juga sholihin untuk menuntut ilmu kepada mereka. Insyaallah dengan ilmu yang bermanfaat tersebut kita pun akan diangkat kedudukannya oleh Allah SWT. Jika kita ingin pula anak-anak kita dekat dengan Allah SWT, dekatkan diri mereka melalui ilmu. Kirim anak-anak kita untuk menuntut ilmu, karena zaman sekarang ini adalah zaman intisaruljahli (zaman menyebamya kebodohan). Oleh karena itu, jika tidak kita dekatkan anak-anak kita dengan para kyai, para ulama, dan pondok pesantren maka akan membahayakan kehidupan mereka di dunia, lebih-lebih di akhirat. Semoga kita diberikan ilmu yang bermanfaat dan anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan dekat dengan Allah SWT.

2. Ahlus shofa (memiliki hati yang bersih).

Maksud dari ahlus shofa di antaranya adalah bersih dari hal-hal yang buruk, tidak ada dendam, tidak ada riya’ (amal karena manusia), dan tidak ada kebencian. Jika kita masih memiliki sikap sombongjika kita masih memiliki sifat hasad, iri, ghurur (lupa diri), dengki, dan juga sifat riya’ berarti kita masih jauh dari kebenaran. Kalau kita melihat tentang kebersihan hati (shofa), sabda Nabi Muhammad : “Sesungguhnya para abdal ummat (para auliya’) mendapatkan kedudukan tinggi bukan karena banyak sholat, banyak puasa, ataupun banyak sedekahnya tapi sifat mereka yang menonjol adalah penuh kasih sayang, tidak cinta dunia, tidak ada kebencian dengan siapapun”. Robiah Al-Adawiyahjuga pemah berkata “Demi Allah SWT, kalau setan itu oleh Allah SWT tidak diperintahkan kepada kami (manusia) untuk membencinya, maka aku akan mencintainya”. Robiah AI-Adawiyah mengatakan hal ini dikarenakan begitu bersih hatinya, sehingga dengan kebersihan hatinya Allah SWT menempatkannya pada posisi yang tinggi. Begitu pula sifat yang dimiliki oleh Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, yakni lemah lembut, ramah, serta kasih sayang kepada segenap kaum Muslim. Diceritakan bahwa pernah rumah Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dimasuki oleh seorang maling, namun karena sifat Syeikh Abdul Qodir yang penuh kasih sayang kepada manusia setelah diketahui maling itu berada di rumah Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, beliau tidak langsung menghardiknya, tidak langsung memukulnya justru beliau memaafkannya dan menuntun maling tersebut kepada kebenaran untuk bertobat kepada Allah SWT. Sungguh begitu penuh kasih sayangnya beliau, tidak ada kebenciaan di hati beliau. Itulah yang menjadi salah satu pertanda bahwa beliau adalah kekasih Allah SWT. Marilah kita membersihkan hati kita semua, sehingga kita bisa mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT sebagaimana para auliya’illah. Dan semoga Allah SWT membersihkan hati kita semua dari hal-hal yang buruk. Amin ya robbal ‘alamin. Karena semakin bersih hati kita, semakin pula tinggi kedudukan kita di sisi Allah SWT sebab kita akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT dikarenakan kebersihan hati kita tersebut.

3. Ahlul adabi (memiliki akhlak yang baik).

Salah satu contoh ahliil adabi adalah jika kita berbicara dengan sikap yang sopan dan juga lemah lembut. Demikian pula akhlaq kepada orang sekitar kita, akhlaq kepada guru, akhlaq kepada istri, akhlaq kepada suami, akhlaq kepada para habaib (habib), akhlaq kepada ulama, dan terlebih adalah akhlaq kepada orang tua. Itu juga merupakan salah satu tanda seseorang itu adalah waliyullah dan dicintai oleh Allah SWT. Karena, tidak ada riwayat mereka para orang-orang sholeh mempunyai akhlak yang buruk (suuil adab). Dengan kita berakhlaq, kepada istri lemah lembut, patuh kepada guru, dengan sesama kaum muslimin berakhlaq mulia maka berarti kita juga telah mencontoh sikap para auliya’alloh. Termasuk pula ahlul adabi adalah tidak pemah mendzalimi orang, tidak pernah mencaci maki orang, lisannya terjaga. Terkait dengan akhlak kepada orang tua, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (sohib simthudduror) sampai memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah SWT berkat patuhnya beliau kepada kedua orang tua, khususnya kepada ibu beliau. Begitu besar kedudukan orang tua terlebih ibu sampai-sampai dikatakan bahwa 70 auliya’ Allah tidak sebanding dengan seorang ibu. Maka dari itu jika kita ingin memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah SWT haruslah memiliki akhlaq yang baik khususnya kepada orang tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar