Sabtu, 22 Oktober 2011

Riwayat-riwayat Sejarah Yang Menyebut Kesalahan Sahabat Nabi

Riwayat-riwayat  sejarah yang menyebutkan kejelekan-kejelekan sahabat setelah diteliti ternyata ada 3 tingkatan:

Pertama, dusta murni yang tidak diriwayatkan, dan tidak pula diketahui kecuali dari riwayat Abu Mihnaf Luth bin Yahya al-Kadzdzab atau Saif bin Umar at-Tamimiy pemilik kitab Ar-Riddatu wal Futuh yang tidak memiliki nilai apapun di sisi ahli hadits, atau juga riwayat al-Waqidiy al-Matruk atau selain mereka dari orang-orang yang tidak bisa diterima periwayatan mereka. Mereka adalah pilar permusuhan terhadap para sahabat Radhiallahu ‘Anhum dalam menyampaikan hal-hal yang menghinakan, cercaan-cercaan, serta cacian-cacian yang didustakan.

Kedua, apa yang telah shahih sanadnya, dan memiliki kemungkinan makna/pengertian yang baik, maka wajib dibawa kepada pengertian yang baik tersebut sebagai bentuk husnudzan kepada mereka. Karena mereka adalah manusia yang paling berhak dengan perlakuan ini. Barang siapa jiwanya menolak untuk memahami ucapan dan perbuatan para sahabat dan para ulama kepada makna dan maksud yang baik, membawa ucapan-ucapan para imam kepada makna yang buruk maka sungguh telah besar kebodohan dan kezhalimannya,  sebagaimana orang-orang yang berpenyakit hati.

Ketiga, riwayat yang bersumber dari ijtihad, syubhat dan takwil murni. Seperti fitnah yang terjadi diantara mereka, dan kejadian-kejadian lain baik berupa perkataan atau perbuatan. Maka perkara-perkara ini muncul dari ijtihad dan takwil. Bagi orang yang benar didalamnya akan mendapatkan dua pahala, dan bagi yang salah mendapatkan satu pahala. Dan kesalahan tersebut diampuni. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari (7352), Muslim (1716) dari jalan Yazid bin ‘Abdillah dari Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits dari Bisr bin Sa’id dari Abu Qais maula ‘Amr bin al-’Ash dari ‘Arm bin al-’Ash bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
« إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ »
“Jika seorang hakim menghukumi (sesuatu), kemudian dia berijtihad, lalu benar, maka bagi dia dua pahala, dan jika dia menghukumi kemudian berijtihad lalu salah, maka bagi dia satu pahala.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar